Senin, 04 November 2013

MULTIVERSE

Pernahkah anda mendengar kata multiverse. Apa multiverse itu? Apa bedanya dengan universe?. Alam semesta atau jagad raya yang kita huni sekarang ini dalam bahasa Inggris disebut universe. Artinya hanya ada satu dunia atau satu jagad raya, yaitu alam raya yang kita lihat sehari-hari ini. Ada langit yang berwarna biru. Di dalamnya banyak terdapat bintang-gemintang, planet, bulan, meteor, komet, asteroid dan lain-lain. Bumi juga berada dalam langit biru itu. Di bumi itu sendiri ada laut, sungai dan danau dimana di dalamnya ada makhluk seperti ikan dan lain-lain. Sementara di muka bumi ada hewan tumbuhan dan manusia. Singkatnya di dalam universe itu ada kehidupan.
Lalu bentuk langit itu sendiri seperti apa? Apakah langit itu berupa dinding tipis. Sehingga seolah-olah kita berada dalam balon raksasa? Sampai sekarang ilmu pengetahuan dan teknologi manusia belum bisa menjawabnya. Manusia sampai saat ini belum mengerti hakikat langit itu. Setiap kali ditanya tentang langit, jawabnya langit itu adalah ruang luar angkasa yang jaraknya tidak terhingga.
Kita misalkan saja langit itu berupa balon raksasa. Kerapatan materi di dalamnya sangatlah kecil sekali. Dari hasil pengamatan galaksi-galaksi yang masih terlihat dengan teleskop ditaksir kerapatannya adalah 3 x 10-31 g/cm3. Jari-jarinya lebih kurang 1026 m. Jari-jari ini diperoleh dari galaksi paling jauh yang masih terlihat dengan teleskop. Jadi ia berada di bagian langit paling tepi. Berat alam semesta 1051 kg. Umurnya lebih kurang 13,7 milyar. Sedangkan umur tata surya baru 5 milyar tahun. Artinya umur matahari, bumi dan 8 planet lainnya termasuk bulan, komet dan meteor baru 5 milyar tahun.
Misalkan di malam hari yang cerah, di atas langit banyak terlihat bintang yang berkelap-kelip. Ambillah senter. Tembakkan ke atas. Sinarnya akan berjalan lurus ke atas. Kemudian padamkan lagi. Cahayanya juga hilang. Kadang-kadang terpikir oleh kita kemana perginya cahaya senter tadi. Cahaya tadi masih terus berjalan melanjutkan perjalanannya ke atas.
Saat ini sudah diketahui bahwa kecepatan cahaya adalah 300.000 km/detik. Misalkan cahaya senter tadi itu terus bergerak seumur alam semesta ini yaitu 13,7 milyar tahun. Maka dengan hitungan sederhana kita dapat menghitung jarak yang akan ditempuhnya, yaitu 3 x 108 m/detik x 8 milyar tahun = 7,5 x 1025 meter = 8 milyar tahun cahaya.
Misalkan jagad raya ini berbentuk seperti balon raksasa dimana kita berada di pusatnya. Kemudian ada cahaya dari galaksi di tepi sebelah kiri menuju kita. Galaksi paling jauh yang terlihat oleh teleskop berjarak 8 milyar tahun cahaya. Artinya cahaya saja sudah meninggalkan galaksi itu 8 milyar tahun yang lalu. Dengan hitungan sederhana kita dapat menghitung jarak yang sudah ditempuhnya yaitu: 3 x 108 m/detik x 8 milyar tahun = 7,5 x 1025 meter = 8 milyar tahun cahaya. Sama dengan hasil di atas. Dengan demikian maka diameter jagad raya ini adalah 16 milyar tahun cahaya. Lho kalau begitu cahaya sendiri belum selesai menyeberangi  alam semesta ini? Memang demikianlah adanya. Cahaya dari galaksi tepi sebelah kiri belum juga sampai ke tepi sebelah kanan. Alangkah jauhnya. Alangkah luasnya. Oleh karena itu, andaikan kita melanglang buana  dengan pesawat antariksa, terbang dengan kecepatan sama dengan kecepatan cahaya, maka butuh milyaran tahun untuk sampai ke tepi langit. Artinya kita akan beranak, bercucu, bercucu buyut dan seterusnya selama di perjalanan. Alias butuh puluhan ribu generasi untuk sampai ke tepi langit itu
Perkembangan teknologi penerbangan manusia saat ini baru sampai keluar dari planet Pluto, yaitu planet paling pinggir dari system tata surya. Jadi satelit milik NASA Amerika itu sudah memasuki penerbangan antar bintang (interstellar). Masih jauh lagi dari penerbangan antar galaksi (intergalactic) apa lagi sampai ke tepi langit.
Misalkan ada sebuah objek yang terbang dengan kecepatan mendekati kecepatan cahaya, maka objek terbang itu bersama penumpang di dalamnya akan mengalami efek yang disebut dilasi waktu, Δt=Δt0/√(1-v2/c2). Artinya selang waktu makin lama makin bertambah besar. Secara matematika artinya Δt makin lama makin besar. Dengan kata lain, jam tangan, termasuk jam biologis mereka akan berjalan makin lama makin lambat. Pas sama dengan kecepatan cahaya, maka selang waktu menjadi tidak terhingga. Artinya jam tangan mereka jadi diam, tidak bergerak. Waktupun berhenti. Jam biologis mereka juga berhenti. Dengan kata lain badan mereka tidak lagi berubah terhadap waktu. Muda selamanya……
Lha kalau bergerak melampaui kecepatan cahaya ketemunya bilangan akar -1 ( √-1 ). Bilangan imajiner. Tidak bisa diapa-apakan lagi. Kalau diibaratkan komputer, komputernya jadi hang. Lalu kalau kita terbang melampaui kecepatan cahaya, apakah jam kita berjalan mundur. Dengan kata lain apakah kita terlempar ke masa lalu, atau malah melompat ke masa depan…..? Tidak tahu. Sampai saat ini belum ada percobaan bisa dilakukan untuk melampaui kecepatan cahaya..
Misalkan badan saya berubah jadi cahaya, jadi foton sekaligus jadi gelombang. Lalu saya ditembakkan dari sebuah sumber di muka bumi ke atas. Maka saya bergerak dengan kecepatan c, bagi saya waktu tidak berjalan. Saya tetap muda terus.
Sebenarnya cahaya itu apa sih? Cahaya itu adalah gelombang sekaligus partikel (foton). Ia punya sifat keduanya sekaligus. Ibaratnya dua sisi dari mata uang yang sama. Panjang gelombangnya sekitar 500-700 nano meter, disebut cahaya tampak. Yang paling pendek disebut sinar gamma. Terus ada sinar X, cahaya tampak yang kita sebut tadi, gelombang radio, dll. 
Apa yang tidak diketahui oleh ilmuwan barat sampai saat ini sebut saja mulai dari Newon, Max Planck, Einstein atau Stephen Hawking adalah bahwasanya langit itu ada 7 lapis. Lalu geometrinya seperti apa, apakah berlapis-lapis seperti kue lapis? Misalkan saja langit itu berlapis-lapis dalam bentuk paling sederhana seperti bola di dalam bola, ada 7 lapis. Maka langit dunia kita adalah bola paling kecil yang berada pada posisi paling dalam. Di luarnya ada lagi bola yang lebih besar. Dengan kata lain ada ruang antara bola pertama dengan bola ke dua yang berada di luarnya. Demikian seterusnya, ada ruang antara dinding bola ke dua dengan bola ke tiga dan seterusnya. Apakah ada kehidupan di sana? Ada. Bisakah kita pergi ke sana? Bisa. Perjalanan metafisika. Berapa luasnya? Perumpamaannya begini. Selesai sholat zuhur di masjid, cobalah anda tidur-tiduran telentang sambil melihat ke atas. Kubah masjid yang berbentuk setengah bola itu adalah perumpamaan langit dunia, langit pertama. Sedangkan anda yang berada di bawah dengan ruang masjid yang begitu besar dan lapang adalah berupa langit kedua. Kalau melihat ke luar jendela maka itu adalah perumpamaan langit ke tiga. Ada kehidupan di sana. Di dalam laut juga ada kehidupan. Lho kalau begitu luas sekali langit ke dua dan ke tiga ini. Yang memang luas sekali. Apalagi langit ke empat, kelima dan seterusnya sampai langit yang ke tujuh. Apalagi surga yang luasnya seluas langit dan bumi itu….. Dari posisi langit ke dua atau dari ruang masjid itu kita dapat melihat penghuni langit pertama beserta seluruh aktivitasnya. Misalnya sedang berperang atau sedang berdamai atau sedang mengerjakan kebaikan sesuai dengan tugas mereka sebagai pengelola planet bumi.
Lalu apa lagi yang ada di atas bola paling luar, atau di atas langit yang ke 7? Ada Sidratul Muntaha, ada Syurga. Dan di atasnya lagi Arasy. Dengan kata lain semuanya ini berada di dalam (inside) Arasy. Alias dibungkus oleh Arasy, singgasana Tuhan….
Nabi Muhammad SAW, melakukan perjalanan Israk Mi’raj dari Makkah ke Palestina, terus naik ke langit yang ke tujuh ke Sidratul Muntaha. Katakanlah perjalanannya pulang-pergi makan waktu selama 4 jam. Jarak yang ditempuh milyaran tahun cahaya, dalam waktu sekali perjalanan hanya 2 jam. Ini artinya setara dengan kecepatan melampaui kecepatan cahaya. Bagaimana ilmu pengetahuan menjelaskannya? Saya berpendapat Nabi Muhammad SAW melompat ke masa depan, seakan-akan melintasi lorong waktu, kemudian kembali ke masa sekarang sambil membawa oleh-oleh sholat 5 waktu dan kisah nyata (the real story). Stephen Hawking menyebut lorong waktu ini dalam bukunya The Brief History of Time dengan istilah lobang cacing (warm hole), jalur khusus atau jalan pintas sebagai akibat melengkungnya ruang dan waktu.
Jalur ini adalah tempat yang selalu digunakan mondar-mandir oleh Malaikat untuk menyerahkan laporan harian catatan amal perbuatan manusia (daily report). Karena kalau melalui jalan biasa laporan itu bisa terlambat sampainya. Meskipun malaikat itu terbang dengan kecepatan sama dengan kecepatan cahaya, maka perlu waktu 8 milyar tahun itupun baru sampai pada langit yang ke dua…. Baginda Nabi SAW bisa melihat manusia yang sedang dicincang hidup-hidup (di mutilasi) dalam neraka, nauzubillah. Kemudian beliau juga bisa melihat umatnya yang berada dalam syurga, moga-moga kita sampai ke dalamnya……
Lalu kembali ke istilah multiverse (multiple universe). Istilah ini berasal dari M-theory yang merupakan kandidat teori pamungkas alam semesta , theory of everything, teori segala sesuatu. Pada akhirnya di alam semesta ini hanya ada 4 gaya saja, yaitu gaya gravitasi, gaya elektromagnet, gaya nuklir lemah dan gaya nuklir kuat. Ke empat gaya ini berusaha disatukan oleh para ahli fisika sedunia menjadi satu teori tunggal yang disebut teori medan terpadu. Di dalam perjalanan mewujudkan teori medan terpadu itulah lahir apa yang disebut teori dawai (string theory) kemudian M-theory. Menurut teori ini dimensi tempat kita tinggal ini tidak hanya 4 (3 dimensi ruang dan satu dimensi waktu) tetapi 11. Walah-walah…..
M ini bisa singkatan dari master, miracle atau mystery. Kalangan tsauf menyebutnya dengan ma’rifat theory. Menurut M-theory alam semesta ini tidak hanya satu. Tetapi ada banyak sekali alam semesta yang lain. Jumlahnya tidak tanggung-tanggung yaitu sebanyak 10 pangkat 500. Angka satu dengan 500 biji nol di belakangnya. Masing-masing dengan hukumnya sendiri. Buanyaak sekali…. Apakah alam yang banyak itu alam gaib? Apakah ini berarti alam gaib “dirasakan” eksistensinya oleh ilmu pengetahuan, sehingga alam gaib itu tidak gaib lagi? Saya rasa demikian.


Syurga itu adalah alam nyata. Alam materi. Cuma saja belum terlihat. Lokasinya belum diketahui, koordinatnya belum ketemu. Disana juga berlaku hukum gravitasi. Bukankah di dalam surga itu mengalir sungai-sungai di bawahnya? Bukankah sungai itu mengalir menuju tempat yang lebih rendah? Dengan kata lain di dalam syurga itu juga ada gravitasi? Lalu besarnya berapa? Belum tahu. Mudah-mudahan kita semua nanti sampai ke sana, dimana wajah orang-orang beriman itu akan bercahaya. Raganya berubah menjadi cahaya sehingga selang waktu menjadi tidak terhingga. Muda selamanya, alias kekal abadi. Bermandikan cahaya illahiah. Insyaallah….

Tidak ada komentar: